KEPRIHERITAGE.ID – Raja Ali Kelana, seorang tokoh agama, pendidikan, ekonomi, politik, jurnalistik, linguistik, dan cendekiawan muslim yang populer dan hidup pada masa kejayaan Kesultanan Riau Lingga.
Saking masyhurnya, nama beliau begitu terkenal di kalangan masyarakat bumi melayu Kepulauan Riau hingga semenanjung Malaka.
Diketahui Ia bersama Raja Khalid Hitam mendirikan Rusydiah Kelab, sebuah organisasi cendekiawan muslim Kesultanan Riau Lingga pada tahun 1885.
Ia juga dikenal sebagai penulis yang tak hanya mengkritisi kolonialisme Belanda. Namun juga kerap kali kritis terhadap penyelenggaraan negara yang ia anggap menyimpang di Kesultanan Riau-Lingga.
Menurut seorang budayawan melayu, Profesor Abdul Malik, Raja Ali kelana ialah seorang yang getol melawan kolonialisme belanda tanpa kompromi. Sosoknya begitu ditakuti dan sering diawasi gerak-geriknya oleh pemerintah kolonial dimasa itu.
Lantas Siapakah Raja Ali Kelana sebenarnya?
Abdul Malik menjelaskan, nama lengkap beliau adalah Raja Ali ibni Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi. Oleh keluarganya ia diberi nama ‘Ali’ yang terinspirasi dari nama sepupu sekaligus sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali Bin Abi Thalib yang dikenal perkasa dan cerdas.
Sedangkan penambahan ‘Kelana’ dibelakang namanya merupakan jabatan yang disandangnya dalam administrasi struktural pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga.
“Jabatan kelana itu adalah jabatan tinggi satu tingkat dibawah Yang Dipertuan Muda atau dua tingkat dibawah Sultan. Orang yang menjabat kelana merupakan calon Yang Dipertuan Muda,” jelas Abdul Malik.
Selain itu Raja Ali Kelana juga memiliki panggilan lain, yaitu Raja Ali Ahmadi, Raja Ali Riau, Raja Ali Bukit, dan Engku Ali Riau.
Raja Ali Kelana ada anak dari Yang Dipertuan Muda X Kesultanan Riau-Lingga, Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi. Karena ayahnya wafat pada 1899, beliau seharusnya menggantikan ayahnya menjadi Yang Dipertuan Muda XI. Namun, ia tak sempat dilantik lantaran meningkatnya perseteruan Kesultanan Riau-Lingga dengan Pihak Belanda.
“Apalagi ia dikenal sebagai pembangkang yang paling diperhitungkan oleh pemerintah Belanda,” ujar Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Maritim Raja Ali Haji ini.
Abdul Malik Melanjutkan, Raja Ali Kelana adalah seorang pelajar pada masa mudanya. Ia ditempa dengan pendidikan islam di lingkungan Kesultanan di Pulau Penyengat Indera Sakti. Ia bahkan juga sempat menimba ilmu di jazirah arab tepatnya di tanah Makkah.
Selama di tanah suci, Raja Ali Kelana banyak berguru ke sejumlah ulama ternama, seperti Syekh Ahmad Al-Fatani, Sayyid Abdullah Al-Zawawi, dan lainnya. Kegiatan menuntut ilmu tersebut berselingan dengan perjalanan beliau ke Mesir untuk menjalankan urusan diplomatik kesultanan.
“Selain itu, ia juga berkunjung ke Turki Usmaniyah pada 1895 dan 1905 dengan urusan yang sama,” tutur Abdul Malik.
Tokoh Jurnalistik Pertama dari Kesultanan Riau-Lingga
Raja Ali Kelana adalah salah satu pendiri dan pengurus inti Rusydiah Kelab, sebuah organisasi cendekiawan muslim Kesultanan Riau Lingga di Pulau Penyengat. Rusydiah Kelab ini didirikan pada tahun 1885 dan merupakan perkumpulan cendekiawan pertama di kawasan Asia Tenggara pada Abad 19.
Kelab tersebut sudah beraktivitas dengan berlandaskan budaya modern. Rusydiah Kelab fokus dalam menggalakkan kemajuan pendidikan, kebudayaan, ekonomi, yang berlandaskan nilai-nilai adat melayu dan keislaman.
Di organisasi ini Raja Ali Kelana-lah yang menjadi pemikir, penggerak sekaligus donatur yang mendanai pergerakan.
Abdul Malik menuturkan, melalui tulisan buku, dan buletin, Rusydiah Kelab tidak hanya menjadi penekan bagi pihak Belanda namun juga Kesultanan Riau-Lingga. Kelompok ini tidak ambil peduli, sekalipun yang menyimpang dalam penyelenggaraan negara adalah pihak kesultanan, maka akan dikritik.
Pada 1896 Raja Ali Kelana ikut mendirikan badan penerbit Al-Imam. Kemudian pada 1906-1908 terbitlah majalah Al-Imam di Tumasik (saat ini menjadi negara Singapura).
“Beliau juga menjadi donatur utama penerbitan majalah ini,” Ujarnya.
Pada tahun 1896 itu pula Raja Ali Kelana berhasil menyelesaikan buku berjudul Pohon Perhimpunan pada Menyatakan Peri Perjalanan. Buku yang ditulis dengan gaya jurnalistik itu, ialah hasil perjalanan beliau ke Pulau Tujuh (sekarang Kabupaten Natuna dan Anambas) sebagai bagian dari tugasnya menjadi Kelana.
“Dengan demikian, Raja Ali Kelana adalah tokoh jurnalistik pertama dari Kesultanan Riau-Lingga yang saat ini menjadi bagian dari Provinsi Kepulauan Riau,” ujarnya.
Tak hanya satu buku, selanjutnya Raja Ali Kelana juga menulis dan menerbitkan buku lainnya, seperti Perhimpunan Plakat pada 1900, Kumpulan Ringkas Berbetulan Lekas Pada Orang Pantas Dengan Pemikiran Lantas pada 1910, Bughiyat Al-‘Ani fi Huruf Al-Ma’nani pada 1922 yaitu buku pelajaran bahasa dan semantik atau ilmu makna bahasa melayu, serta Rencana Madah pada Mengenal Diri yang Indah.
Melalui buku Bughiyat Al-‘Ani fi Huruf Al-Ma’nani, Raja Ali Kelana melengkapkan Kajian bahasa melayu dalam bidang morfologi dan semantik yang belum pernah dikerjakan penulis manapun di Kesultanan Riau-Lingga sebelumnya.(*)
Sumber: Ulasan.co